Istilah big data menjadi sangat popular akhir-akhir ini. Semua orang dari segala bidang membicarakannya. Bahkan ada yang menyebutnya dengan istilah ‘mendadak big data’ karena seakan-akan orang-orang latah dengan istilah itu. Lalu, apa sebenarnya big data itu?

Susah mendeteksi dari mana istilah big data itu muncul. Definisi yang disepakati secara resmi pun belum ada. Jadi, setiap orang bisa saja punya definisinya sendiri-sendiri. Namun, dari segi awal kemunculannya, pendapat terkuat mengatakan bahwa big data berasal dari industri retail.

Istilah yang umum dipakai untuk menggambarkan big data adalah *3V (ada yang bilang 5V). Volume, Velocity, dan Variety.

  • Volume

    Sebuah sistem yang bisa dikategorikan sebagai big data harus memilik Volume yang besar. Pertanyaan selanjutnya, seberapa besar ukuran “besar” itu? Terjadi perbedaan pendapat lagi. Ada yang bilang seukuran petabytes (1,024 terabytes) atau exabytes (1,024 petabytes). Semakin lama dengan makin banyaknya data yang terkumpul dan perkembangan teknologi kriteria “Big” untuk big data bisa jadi akan bertambah.

  • Velocity

    Big data tidak cukup didefinisikan dengan volume saja. Tetapi juga dengan kecepatan data itu diproses atau dikumpulkan. Semakin canggih dan tinggi kemampuan hardware untuk mampu mengumpulkan dan memroses data hingga latency milisecond membuat sebuah istilah big data muncul.

  • Variety

    Di era internet dan digital, membuat tipe data yang mampu disimpan semakin beragam. Jika dulu terbatas hanya pada angka yang terstruktur, kini tipe data yang bermacam-macam dan tidak terstruktur juga bisa di tracking. Misal web log, gambar, audio, text, video dan sebagainya.

Untuk memudahkan penjelasan bagaimana big data bisa terjadi, ada baiknya menggunakan contoh. Misalnya. Di suatu malam, Andi, pergi ke betamart untuk membeli mie instan sebagai bekal menghadapi akhir bulan. Ketika sampai di betamart, Andi langsung menuju lorong tempat mie instan dipasang. Seperti biasanya, Andi mengambil merk favoritnya, mie merk A rasa soto sebanyak 4 buah. Tetapi, tak jauh dari mie merk A, Andi melihat mie dengan merk yang sama tapi dengan varian rasa baru, mie instan A rasa gudeg. Karena tertarik, Andi memutuskan untuk mengganti mie merk A rasa soto dengan merk A rasa gudeg. Diujung lorong saat hendak menuju kasir, Andi melihat mie merk B sedang ada promo produk barunya, mie B jumbo rasa sambal balado. Tergiur dengan harga dan ukurannya, Andi pun segera menukar 4 mie merk A rasa gudeg dengan 2 buah mie B jumbo rasa balado.

Informasi apa yang didapat oleh toko? Hari ini jam sekian seseorang membeli mie jumbo merk B sebanyak 2 bungkus. Itu saja. Tapi jika perilaku galau seperti Andi terjadi di toko online, maka informasi yang didapat bisa lebih dari itu. Barang apa saja yang telah dia lihat, barang yang tidak jadi dia beli, barang yang akhirnya dia beli, waktunya, profile orangnya dan banyak lagi memungkinkan untuk direkam. Dan karena semua klik bisa direkam dan menjadi data, maka ukuran data yang dihasilkan menjadi sangat besar sehingga disebut sebagai Big Data.

Industri big data sendiri diprediksi akan naik menjadi $53.4 Milyar pada 2016 dari sebelumnya senilai $10.2 Milyar pada 2012. Di di Indonesia sendiri, industry big data juga akan terus mengalami kenaikan salah satunya dipicu oleh banyaknya e-commerse baru bermunculan dan menjadi trend menggeser industri retail offline. Selain itu, kesadaran pelaku bisnis -hampir di semua bidang- akan pentingnya data dalam mengambil keputusan juga semakin meningkat.

Hal tersebut tentunya menjadi peluang tersendiri bagi data geek di tanah air untuk meramaikan dan juga men-support era big data di tanah air.